Rabu, 09 Desember 2015

askep anak kejang demam

LAPORAN PENDAHULUAN KEJANG DEMAM

1.1.  Tinjauan Medis
1.1.1.      Pengertian
Kejang demam atau febris convulsion adalah bangkitan kejang yang terjkadi pada saat kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38 0C) yang disebabkan oleh proses ektra kranium (Ngastiyah, 229)
Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada suhu badan tinggi. Suhu badan tinggi ini karena kelainan ektrakranial (Lumbantobing , I)

1.1.2.      Etiologi
Belum diketahui, faktor pencetus antara lain :
1)      Kenaikan suhu tubuh mendadak
2)      Diduga ada faktor  keturunan
3)      Respon alergik atau keadaan umum abnormal oleh infeksi
4)      Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit

1.1.3.      Web Of Caustion
Virus, bakteri
¯
Masuk ke dalam tubuh (port d’entry)
¯
Reaksi antigen antibody
Infeksi dalam tubuh
¯
Metabolisme tubuh meningkat
Demam



1.1.4.      Klasifikasi
Menurut Fukuyama menjadi 2 golongan
1)      Kejang demam sederhana
Ciri :
(1)   Sebelumnya tidak ada riwayat keluerga yang menderita epilepsy
(2)   Sebelumnya tidak ada riwayat cidera otak oleh penyebab lain
(3)   Serangan demam (kejang demam) terjadi antara lain 6 bulan – 6 tahun
(4)   Lama kejang 15 menit
(5)   Tidak didapatkan gejala atau abnormalitas pasca kejang
(6)   Tidak didapatkan abnormalitas neolorgis atau perkembangan
(7)   Kejang tidak berlangsung atau berulang dilain waktu singkat
2)      Kejang demam kompleks
Cirri :
(1)   Kejang fokal
(2)   Kejang > 15 menit
(3)   Kejang berulang
(Lumbantobing , 4)

1.1.5.      Menifestasi Klinis
Menurut liringstone kejang demam dibagi :
1)      Kejang demam sederhana (simple febrik Covulsion)
2)      Epilipsi yang diprorikasi oleh demam (epilipsi Inggered of Fever)
Diagnosa kejang demam sederhana (Liringstone) menurut FKUI RSCM
1)      Umur anak ketika kejang antara 6 bulan – 4 tahun
2)      Kejang berlangsung sebentar, (< 15 menit)
3)      Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
4)      Frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4x
5)      Kejang stabil setelah 16 jam setelah timbulnya demam
6)      Kejang bersifat umum
(Ngastiyah, 231)




1.1.6.      Pemeriksaan Penunjang
1)      Elektrolit : Tidak seimbang dapat berpengaruh menjadi pradiposisi pada aktivitas kejang
2)      Sel darah merah (SDM) : Anemia aplastik mungkin sebagai akibat dari terapi obat
3)      Fungsi lambal : Untuk mendeteksi tekanan abnormal dari cairan secara brospinal, tanda-tanda infeksi, perdarahan 
4)      Foto ronsen kepala untuk mengidentifikasi adanya fraktur
5)      EEG (Elektro enspalgram) : daerah serebal yang tidak berfungsi
6)      MRI : Neulokalisasi
7)      CT – scan : Mengidentifikasi lokasi serebal, infrak, hematom, tumor, abses, dll
                                                            (Dongoes, Marilyn E, Hal 262)                                        

1.1.7.      Penatalaksanaan
Medik
Dalam penanggulangan kejang demam ada 4 faktor yang perlu di kajikan
1)      Memberantas kejang secepatnya mungkin
(1)   Obat pilihan adalah diazepam yang diberikan secara intravena
(2)   Diare paru : dosis :
-          BB 10 kg : 0,5 – 0,7 mg/kg BB Iv
-          BB 20 kg : 0,5 mg 1 kg BB IV
-          Usia 5 tahun : 0,3 – 5 mg/kg BB IV
(3)   Diazepam Supp :
-          BB 10 kg : 5 mg
-          BB 10 kg : 10 mg
(4)   Pengobatan penunjang
Perawatan
-          Semua pakaian dibuka
-          Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi lembut
-          Bebaskan jalan nafas
-          Penghisap lender teratur dan beri O2
(5)   Pengobatan rumatan
Propilaksis Intermitas
-          Mencegah terulangnya kejang demam
a.       Diazepam paroid atau rectal
b.      Campuran anti piretik dan konvulean
-          Profilaksi jangka panjang
-          Obat yang sering digunakan :
a.       Fenobarbital
b.      Sodium valpoat atau asam valpoat
c.       Femition
(6) Mencari dan mengobati penyebab

1.2.  Tinjauan Asuhan Keperawatan
1.2.1.      Pengkajian
1.2.1.1. Anamnesa
1)      Aktivitas atau Istirahat
(1)   Keletihan, kelemahan umum
(2)   Keterbatasan dalam beraktivitas, bekerja, dan lain-lain
2)      Sirkulasi
(1)   Iktal : Hipertensi, peningkatan nadi sinosis
(2)   Posiktal : Tanda-tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan
3)      Intergritas Ego
(1)  Stressor eksternal atau internal yang berhubungan dengan keadaan dan atau penanganan
(2)  Peka rangsangan : pernafasan tidak ada harapan atau tidak berdaya
(3)  Perubahan dalam berhubungan
4)     Eliminasi
(1)  Inkontinensia epirodik
5)     Makanan atau cairan
(1)   Sensitivitas terhadap makanan, mual atau muntah yang berhubungan dengan aktivitas kejang
6)      Neurosensori
(1)  Riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang, pinsan, pusing riwayat trauma kepala, anoreksia, dan infeksi serebal
(2)  Adanya area (rasangan visual, auditoris, area halusinasi)
(3)  Posiktal : Kelamaan, nyeri otot, area paratise atau paralisis
7)      Kenyamanan
(1)   Sakit kepala, nyeri otot, (punggung pada periode posiktal)
(2)   Nyeri abnormal proksimal  selama fase iktal
8)      Pernafasan
(1)   Fase iktal : Gigi menyetup, sinosis, pernafasan menurun cepat peningkatan sekresi mulus
(2)   Fase posektal : Apnea
9)      Keamanan
(1)   Riwayat terjatuh
(2)   Adanya alergi
10)  Interaksi Sosial
(1)   Masalah dalam hubungan interpersonal dalam keluarga lingkungan sosialnya
(2)   Perubahan kekuatan atau tonus otot secara menyeluruh 
1.2.1.2. Pemeriksaan Fisik
1)      Aktivitas
(1)   Perubahan tonus otot atau kekuatan otot
(2)   Gerakan involanter atau kontraksi otot atau sekelompok otot
2)      Integritas Ego
(1)   Pelebaran rentang respon emosional
3)      Eleminasi
(1)   Iktal : penurunan tekanan kandung kemih dan tonus spinter
(2)   Posiktal : otot relaksasi yang mengakibatkan inkonmesia
4)      Makanan atau cairan
(1)   Kerusakan jaringan lunak (cedera selama kejang)
(2)   Hyperplasia ginginal
5)      Neurosensori (karakteristik kejang)
(1)   Fase prodomal :
-          Adanya perubahan pada reaksi emosi atau respon efektifitas yang tidak menentu yang mengarah pada fase area.
(2)   Kejang umum
-          Tonik – klonik : kekakuan dan postur menjejak, mengenag peningkatan keadaan, pupil dilatasi, inkontineusia urine
-          Fosiktal : pasien tertidur selama 30 menit sampai beberapa jam, lemah kalau mental dan anesia
-          Absen (patitmal) : periode gangguan kesadaran dan atau makanan
(3)   Kejang parsial
-     Jaksomia atau motorik fokal : sering didahului dengan aura, berakhir 15 menit tdak ada penurunan kesadaran gerakan ersifat konvulsif
(4)   Kenyamanan
-          Sikap atau tingkah laku yang berhati-hati
-          Perubahan pada tonus ott
-          Tingkah laku distraksi atau gelisah 
(5)   Keamanan
-          Trauma pada jaringan lunak
-          Penurunan kekuatan atau tonus otot secara menyeluruh


1.2.2.      Rencana Asuhan Keperawatan
1.2.2.1  Risiko tinggi hipertermia berhubungan dengan proses infeksi
1)      Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam masalah tidak menjadi aktual
2)      Kriteria hasil :
(1)   Suhu dalam batas normal (36 – 37 o C)
(2)   RR : < 40 x/mnt
(3)   N : 60-120 x/mnt
3)      Intervensi :
(1)   Observasi adanya faktor-faktor yang memperberat risiko hipertermia
R :    Mencegah terjadinya risiko peningkatan tubuh
(2)   Observasi TTV
R :    Peningkatan suhu tubuh diawasi
(3)   Pendidikan kesehatan kompres dingin
R :    Merangsang saraf di hipotalamus untuk menghentukan panas tubuh dan memberikan rasa nyaman
(4)   Menganjurkan memakai pakaian yang tipis
R :    Dapat membantu menyerap keringat
(5)   Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi obat Ferris 2,5 cc/hari
R :    Efek obat diharapkan dapat menurunkan panas

1.2.2.2  Risiko tinggi cedera berhubungan dengan gangguan hantaran neuron pada otak
1)      Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1 x 24 jam masalah tidak menjadi aktual
2)      Kriteria hasil :
(1)   Tidak terjadi kejang
(2)   Tidak terjadi cedera saat kejang
3)      Intervensi :
(1)   Menganjurkan orang tua untuk memberikan pengaman pada sisi tempat tidur pasien
R :    Mencegah terjadinya cidera saat kejang
(2)   Menganjurkan orang tua untuk membersihkan saliva yang keluar dari mulut
R :    Mencegah terjadinya aspirasi
(3)   Menganjurkan keluarga untuk memberikan benda yang lunak untuk digigit saat kejang
R :    Mencegah tergigitnya lidah saat kejang
(4)   Menganjurkan orang tua memantau tanda-tanda kejang
R :    Mengantisipasi penanganan kejang
(5)   Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi obat Depaken ½ tab
R :    Efek obat diharapkan dapat mencegah kejang

1.2.2.3  Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh
1)      Tujuan : Pasien dapat menunjukkan volume cairan stabil
2)      Kriteria hasil :
Keseimbangan pemasukan dan pengeluaran, BB stabil, TTV dalam rentang normal. Tidak ada peningkatan suhu tubuh.
3)      Intervensi dan rasional :
(1)   Observasi TTV
R :    Untuk mengetahui perkembangan pasien
(2)   Monitor tanda-tanda kekurangan cairan
R :    Memantau terjadinya dehidrasi
(3)   Catat intake dan output pasien
R :    Untuk mengetahui keseimbangan masuk dan keluarnya makanan
(4)   Monitor dan catat BB
R :    Memberikan informasi tentang keadekuatan masukan diet atau penentuan kebutuhan nutrisi
(5)   Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan IV
R :    Memenuhi cairan atau nutrisi yang belum adekuatnya masukan oral

1.2.2.4  Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kebutuhan oksigen otak kurang ( Hipoksemia berat ) sekunder terhadap terjadinya kejang
1)  Batasan Karakteristik
      Mayor:
(1)    Perubahan frekuensi pernafasan
(2)    Perubahan nadi (frekuensi, irama, kualitas)
      Minor:
(1)   Takipnea, hipernea, hiperventilasi
(2)   Irama pernafasan tidak teratur
(3)   Pernapasan yang berat
2)  Tujuan
(1)    Perawat dapat menurunkan tanda dan gejala gangguan pertukaran gas
(2)    Pasien dapat menunjukkan peningkatan perubahan pertukaran gas seperti tanda vital, nilai AGD dan ekspresi wajah.
3)      Kriteria Hasil
(1)    Menunjukkan frekuensi pernafasan yang efektif
(2)    Menyatakan gejala berkurang
(3)    Menyatakan faktor-faktor penyebab dan menyatakan cara koping adaptif untuk mengatasinya
4)      Intervensi dan rasional :
(1)    Observasi TTV
R :    Mengidentifikasi keadaan pasien dalam intervensi yang diberikan
(2)    Kaji adanya bunyi nafas tambahan, peningkatan pernafasan, terbatasnya ekspansi dinding dada dan kelemahan
R :    Identifikasi adanya PK pulmonary edema
(3)    Berikan posisi tidur semi fowler
R :    Posisi semi fowler memaksimalkan ekspansi paru
(4)    Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran, catat sianosis dan atau perubahan warna kulit termasuk membran mukosa dan kuku
R :    Akumulasi secret atau pengaruh jalan nafas dapat mengganggu oksigenasi organ vital jaringan
(5)    Tingkatkan tirah baring atau batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan diri sesuai keperluan
R :    Menurunkan konsumsi oksigen atau kebutuhan selama periode penurunan pernafasan dapat menurunkan beratnya gejala
(6)    Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian oksigen
R :    Alat dalam memperbaiki hipoksemia yang dapat terjadi sekunder terhadap penurunan ventilasi atau menurunnya permukaan alveolar paru
(7)    Kolaborasi dalam pemberian obat
R :    Dengan terapi pengobatan dapat mempercepat proses penyembuhan


1.2.2.5  PK Hipoglikemia
1)   Tujuan :
      Perawat akan menangani dan meminimalkan terjadinya hiperglikemi
2)   Kriteria Hasil :
1.      GDP dan GDS 76 – 110 mg/dl.
2.      GD 2 JPP < 140 mg/dl.
3.      Tidak terjadi tanda – tanda hiperglikemi
( penurunan kesadaran, keringat dingin, kesemutan )
3)  Intervensi
(1)    Pantau tanda dan gejala DKA ( GD > 300 mg / dl, aceton darah positif, bau napas keton, hipotensi, Na, K menurun,, takikardi )
R            : Bila insulin tidak tersedia, glukosa darah akan meningkat dan tubuh akan memetabolisme lemak untuk kebutuhan energi dan menghasilkan benda – benda keton.
(2)    Pantau status hidrasi pasien, tanda – tanda dehidrasi.
R : Mencegah hidrasi berlebihan / kekurangan hidrasi.
(3)    Pantau status neurologis pasien.
R : Fluktuasi kadar glukosa, asidosis dan keadaan cairan dapat mempengaruhi fungsi neurologis karena sirkulasi yang tidak adekuat.
(4)    Pantau sirkulasi pasien.
R : Dehidrasi berat menyebabkan penurunan curah jantung dan terjadi vasokontriksi sebagai kompensasi tubuh.
(5)    Kolaborasi dalam pemberian glukosa
R : Memenuhi kebutuhan glukosa dalam darah

1.2.2.6  Defisit pengetahuan tentang penatalaksanaan di rumah
1)      Batasan Karakteristik
Mayor        :
(1)   Mengungkapkan kurang pengetahuan atau ketrampilan / permintaan informasi.
(2)   Mengekspresikan suatu ketidakakuratan persepsi status kesehatan.
(3)   Melakukan dengan tidak tepat perilaku kesehatan yang dianjurkan atau yang diinginkan
Minor        :
(1)   Kurang integrasi tentang rencana pengobatan ke dalam aktivitas sehari – hari.
(2)   Memperlihatkan atau mengekspresikan perubahan psikologis ( misal : ansietas, depresi ) yang mengakibatkan kesalahan informasi atau kurang informasi.
Tujuan       :
Pengetahuan pasien dan keluarga ( sasaran ) bertambah.
Intervensi  :
1.      Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang penatalaksanaan di rumah pada pasien demam / peningkatan suhu tubuh.
R : Identifikasi tingkat pengetahuan sasaran penyuluhan
2.      Beri HE tentang  penatalaksanaan di rumah pada pasien demam / peningkatan suhu tubuh.
R : Memberi informasi tentang penatalaksanaan di rumah pada pasien demam / peningkatan suhu tubuh
1.2.3.      Evaluasi
1)      Pasien dapat mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal
2)      Tidak terjadi cedera saat kejang
3)      Volume cairan pasien dapat terpenuhi secara adekuat



DAFTAR PUSTAKA


Hidayat, Aziz. A. (2001). Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta : CV. Sagung Seto.

Carpenito, Lynda Juall. (1999). Diagnosa KeperawatanEdisi 8. Jakarta : EGC.

Doengoes, Marilyn E. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian. Jakarta : EGC.

Mansjoer, Arif. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta :Media Aesculapius FKUI. Edisi III.

Price dan Wilson. (1995). Patofisiologi. Jilid 2. Terjemahan : Peter Anugrah. Jakarta : EGC.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar