Minggu, 13 Desember 2015

LAPORAN PENDAHULUAN BATU GINJAL

LAPORAN PENDAHULUAN BATU GINJAL
A.      KONSEP TEORI
1.      Definisi
Batu ginjal adalah satu keadaan terdapat suatu atau lebih batu didalam pelvis atau calyces ginjal atau disaluran kemih (Pratomo, 2007).
Batu ginjal adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada di kaliks,infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal danmerupakan batu slauran kemih yang paling sering terjadi (Purnomo, 2000, hal. 68-69).
Mary Baradero (2009:59) mendefinisikan nefrolitiasis adalah batu ginjal yang ditemukan didalam ginjal, yang merupakan pengkristalan mineral yang mengelilingi zat organik, misalnya nanah, darah, atau sel yang sudah mati. Biasanya batu kalkuli terdiri atas garam kalsium (oksalat dan fosfat) atau magnesium fosfat dan asam urat.
Batu ginjal adalah terbentuknya batu dalam ginjal (pelvis atau kaliks) dan mengalir bersama urine (Susan Martin, 2007:726).

2.      Etiologi
Menurut Kartika S. W. (2013:183) ada beberapa faktor yang menyebabkan terbentuknya batu pada ginjal, yaitu :
a.       Faktor dari dalam (intrinsik), seperti keturunan, usia (lebih banyak pada usia 30-50 tahun, dan jenis kelamin laki-laki lebih banyak dari pada perempuan.
b.      Faktor dari luar (ekstrinsik), seperti geografi, cuaca dan suhu, asupan air (bila jumlah air dan kadar mineral kalsium pada air yang diminum kurang), diet banyak purin, oksalat (teh, kopi, minuman soda, dan sayuran berwarna hijau terutama bayam), kalsium (daging, susu, kaldu, ikan asin, dan jeroan), dan pekerjaan (kurang bergerak).
Berapa penyebab lain adalah :
a.       Infeksi saluran kemih
Infeksi saluran kencing dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan akan menjadi inti pembentukan batu saluran kencing.


b.      Stasis obstruksi urine
Adanya obstruksi dan stasis urine akan mempermudah pembentukan batu saluran kencing.
c.       Suhu
Tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyak mengeluarkan keringat sedangkan asupan air kurang dan tingginya kadar mineral dalam air minum meningkatkan insiden batu saluran kemih.
d.      Idiopatik (Arif Muttaqin, 2011:108)
3.      Patofisiologi
Batu terbentuk di traktus urinarius ketika konsertrasi substansi tertentu seperti Ca oksalat,kalsium fosfat, dan asam urat meningkat. Batu juga dapat terbentuk ketika terdapat defisiensi substansi tertentu, seperti sitrat yang secara normal pencegah kristalisasi dalam urin. Kondisi lain yang mempengaruhi laju pembentukan batu mencakup PH urine dan status cairan pasien.
Ketika batu menghambat aliran urin, terjadi obstruksi, menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter proksimal. Infeksi (peilonefritis & cystitis yang disertai menggigil, demam dan disuria) dapat terjadi dari iritasi batu yang terus menerus. Beberapa batu, jika ada, menyebabkan sedikit gejala namun secara fungsional perlahan-lahan merusak unit fungsional ginjal dan nyeri luar biasa dan tak nyaman.
Batu yang terjebak di ureter, menyebabkan gelombang nyeri yang luar biasa. Pasien sering merasa ingin berkemih, namun hanya sedikit yang keluar dan biasanya mengandung darah akibat aksi abrasif batu. Umumnya batu diameter < 0,5-1 cm keluar spontan. Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai nyeri tekan di seluruh area kostovertebral dan muncul mual dan muntah, maka pasien sedang mengalami kolik renal. Diare dan ketidaknyamanan abdominal dapat terjadi.
Selain itu ada beberapa teori yang ,membahas tentang proses pembentukan batu yaitu:
a.       Teori inti (nucleus):
Kristal dan benda asing merupakan tempat pengendapan kristal pada urine yang sudah mengalami supersaturasi.
b.      Teori matriks:
Matriks organik yang berasal dari serum dan protein urine memberikan kemungkinan pengendapan kristal.

c.       Teori inhibitor kristalisasi:
Beberapa substansi dalam urine menghambat terjadinya kristalisasi, konsentrasi yang rendah atau absennya substansi ini memungkinkan terjadinya kristalisasi.
Pembentukan batu membutuhkan supersaturasi dimana supersaturasi ini tergantung dari PH urine, kekuatan ion, konsentrasi cairan dan pembentukan kompleks. Terdapat beberapa jenis batu, di antaranya :
a.       Batu kalsium
Batu jenis ini sering di temukan. Bentuknya besar dengan permukaan halus, dapat bercampur antara kalsium dengan fosfat. Batu kalsium sering di jumpai pada orang yang mempunyai kadar vitamin D berlebihan atau gangguan kelenjar paratiroid. Orang menderita kangker, struke, atau penyakit sarkoidisis juga dapat menderita batu kalsium. Batu kalsium dapat di sebabkan oleh:
·         Hiperkalsiuria abortif:
Gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya absorbsi khusus yang berlebihan juga pengaruh vitamin D dan hiperparatiroid.
·         Hiperkal siuria renalis:kebocoran pada ginjal
b.      Batu oksalat
Batu oksalat dapat disebabkan oleh
·   Primer autosomal resesif
·   Ingesti-inhalasi: Vitamin C, ethylenglicol, methoxyflurane, anestesi.
·   Hiperoksaloria: inflamasi saluran cerna, reseksi usus halus, by pass jejenoikal, sindrom malabsorbsi
c.       Batu asam urat
Permukaanya halus, berwarna coklat lunak. Batu ini dapat disebabkan oleh:
·   Makanan yang banyak mengandung purin
·   Pemberian sitostatik pada pengobatan neoplasma
·   Dehidrasi kronis
·   Obat: tiazid, lazik, salisilat
d.      Batu sturvit
Batu ini biasanya berbentuk tanduk rusa. Biasanya mengacu pada riwayat infeksi, terbentuk pada urin yang kaya ammonia alkali persisten akibat UTI kronik. Batu sistin terjadi terutama pada beberapa pasien yang mengalami defek absorbsi sistin.

e.       Batu Sistin
Berbentuk kristal kekuningan timbul akibat tingginya kadar sistin dalam urin.keadan ini terjadi pada penyakit sistinuria. Kelainan herediter yang resesif autosomal dari pengangkutan asam amino dimembran batas sikat tubulus proksimal meliputi sistim, arginin, ornitin, sitrulin dan lisin.

4.      Gambaran klinis
a.       Nyeri dan pegal di daerah pinggang : Lokasi nyeri tergantung dari dimana batu itu berada. Bila pada piala ginjal rasa nyeri adalah akibat dari hidronefrosis yang rasanya lebih tumpul dan sifatnya konstan. Terutama timbul pada costovertebral.
b.      Hematuria : Darah dari ginjal berwarna coklat tua, dapat terjadi karena adanya trauma yang disebabkan oleh adanya batu atau terjadi kolik
c.       Batu ginjal menimbulkan peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi pelvis ginjal serta ureter proksimal yang menyebabkan kolik.
d.      Sumbatan: batu menutup aliran urine akan menimbulkan gejala infeksi saluran kemih: demam dan menggigil.
e.       Gejala gastrointestinal, meliputi:
1)            Mual
2)            Muntah
3)            Diare (Nursalam, 2011:67)

5.      Komplikasi
a.       Sumbatan: akibat pecahan batu
b.      Infeksi: akibat diseminasi partikel batu ginjal atau bakteri akibat obstruksi.
c.       Kerusakan fungsi ginjal: akibat sumbatan yang lama sebelum pengobatan dan pengangkatan batu ginjal
d.      Hidronefrosis (Susan Martin, 2007:727).






6.      Test Diagnostik
a.       Urin
·   PH lebih dari 7,6
·   Sediment sel darah merah lebih dari 90%
·   Biakan urin
·   Ekskresi kalsium fosfor, asam urat
b.      Darah
·         Hb turun
·         Leukositosis
·         Urium kreatinin
·         Kalsium, fosfor, asam urat
c.       Radiologi
·         Foto BNO/NP untuk melihat lokasi batu dan besar batu
·         USG abdomen
·         PIV (Pielografi Intravena)
·         Sistoskpi (Mary Baradero, 2008:61)

7.      Penatalaksanaan
a.       Terapi medis dan simtomatik
Terapi medis berusaha untuk mengeluarkan batu atau melarutkan batu yang dapat dilarutkan adalah batu asam urat, dilarutkan dengan pelarut solutin G. Terapi simtomatik berusaha untuk menghilangkan nyeri. Selain itu dapat diberikan minum yang lebih/banyak sekitar 2000 cc/hari dan pemberian diuretik bendofluezida 5 – 10 mg/hr.
b.      Terapi mekanik (Litotripsi)
Pada batu ginjal, litotripsi dilakukan dengan bantuan nefroskopi perkutan untuk membawa tranduser melalui sonde kebatu yang ada di ginjal. Cara ini disebut nefrolitotripsi. Salah satu alternatif tindakan yang paling sering dilakukan adalah ESWL. ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) adalah tindakan memecahkan batu ginjal dari luar tubuh dengan menggunakan gelombang kejut.



c.       Tindakan bedah
Tindakan bedah dilakukan jika tidak tersedia alat litotripsor, (alat gelombang kejut). Pengangkatan batu ginjal secara bedah merupakan mode utama. Namun demikian saat ini bedah dilakukan hanya pada 1-2% pasien. Intervensi bedah diindikasikan jika batu tersebut tidak berespon terhadap bentuk penanganan lain. Ini juga dilakukan untuk mengoreksi setiap abnormalitas anatomik dalam ginjal untuk memperbaiki drainase urin. Jenis pembedahan yang dilakukan antara lain:
1)      Pielolititomi                          : jika batu berada di piala ginjal
2)      Nefrolithotomi/nefrektomi   : jika batu terletak didalam ginjal
3)      Ureterolitotomi                     : jika batu berada dalam ureter
4)      Sistolitotomi                         : jika batu berada di kandung kemih

Pathway Batu Ginjal
Description: C:\Users\user\Documents\batu ginjal\pathway nefrolitiasis (1).jpg
B.       KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1.      Pengkajian
Menurut Asmadi (2008:167) pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Disini, semua data dikumpulkan secara sistematis guna menentukan status kesehatan klien saat ini.
a.       Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, no registrasi, diagnose medis, dan tanggal medis.
b.      Keluhan utama
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasa sangat mengganggu saat ini. Menurut (Arif Muttaqin, 2011:110) keluhan utama yang lazim didapatkan adalah nyeri pada pinggang. Untuk lebih komprehensifnya, pengkajian nyeri dapat dilakukan dengan pendekatan PQRST.
c.       Riwayat Kesehatan
riwayat kesehatan di bagi menjadi 3 yaitu :
a)      Riwayat penyakit sekarang.
Mengetahui bagaimana penyakit itu timbul, penyebab dan faktor yang mempengaruhi, memperberat sehingga mulai kapan timbul sampai di bawa ke RS.
b)      Riwayat penyakit dahulu.
Klien dengan batu ginjal didapatkan riwayat adaya batu dalam ginjal. Menurut Kartika S. W. (2013:137) kaji adanya riwayat batu saluran kemih pada keluarga, penyakit ginjal, hipertensi, gout, ISK kronis, riwayat penyakit bedah usus halus, bedah abdomen sebelumnya, hiperparatiroidisme, penggunaan antibiotika, anti hipertensi, natrium, bikarbonat, alupurinol, fosfat, tiazid, pemasukan berlebihan kalsium atau vitamin D.
c)      Riwayat penyakit keluarga.
Yaitu mengenai gambaran kesehatan keluarga adanya riwayat keturunan dari orang tua.
d.      Riwayat Psikososial
Bagaimana hubungan dengan keluarga, teman sebaya dan bagaimana perawat secara umum. Menurut Arif Muttaqin (2011:112) pengkajian psikologis pasien meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku pasien. Perawat mengumpulkan pemerikasaan awal pasien tentang kapasitas fisik dan intelektual saat ini, yang menentukan tingkat perlunya pengkajian psikososialspiritual yang seksama.

2.      Pola-pola Fungsi Kesehatan
a.       Pola persepsi dan tata laksana hidup
Bagaimana pola hidup orang atau klien yang mempunyai penyakit batu ginjal dalam menjaga kebersihan diri klien perawatan dan tata laksana hidup sehat.
b.      Pola nutrisi dan metabolisme
Nafsu makan pada klien batu ginjal terjadi nafsu makan menurun karena adanya luka pada ginjal.
Kaji adanya mual dan muntah, nyeri tekan abdomen, diit tinggi purin, kalsium oksalat atau fosfat, atau ketidakcukupan pemasukan cairan, terjadi abdominal, penurunan bising usus (Kartika S. W., 2013:187).
c.       Pola aktivitas dan latihan
Klien mengalami gangguan aktivitas karena kelemahan fisik gangguan karena adanya luka pada ginjal.
d.      Pola eliminasi
Bagaimana pola BAB dan BAK pada pasien batu ginjal biasanya BAK sedikit karena adanya sumbatan atau batu ginjal dalam saluran kemih, BAK normal.
e.       Pola tidur dan istirahat
Klien batu ginjal biasanya tidur dan istirahat kurang atau terganggu karena adanya penyakitnya.
f.       Pola persepsi dan konsep diri
Bagaimana persepsi klien terdapat tindakan operasi yang akan dilakukan dan bagaimana dilakukan operasi.
g.      Pola sensori dan kognitif
Bagaimana pengetahuan klien tarhadap penyakit yang dideritanya selama di rumah sakit.
h.      Pola reproduksi sexual
Apakah klien dengan nefrolitiasis dalam hal tersebut masih dapat melakukan dan selama sakit tidak ada gangguan yang berhubungan dengan produksi sexual.
i.        Pola hubungan peran
Biasanya klien nefrolitiasis dalam hubungan orang sekitar tetap baik tidak ada gangguan.
j.        Pola penaggulangan stress
Klien dengan nefrolitiasis tetap berusaha dab selalu melakukan hal yang positif jika stress muncul.
k.      Pola nilai dan kepercayaan
Klien tetap berusaha dan berdo’a supaya penyakit yang di derita ada obat dan dapat sembuh.

3.      Pemeriksaan Fisik Fokus
Menurut Arif Muttaqin (2011:113) pada pemeriksaan fokus didapatkan adanya perubahan TTV sekunder dari nyeri kolik. Pasien terlihat sangat kesakitan, keringat dingin, dan lemah.
a.       Inspeksi
Pada pola eliminasi urine terjadi perubahan akibat adanya hematuri, retensi urine, dan sering miksi. Adanya nyeri kolik menyebabkan pasien terlihat mual dan muntah.
b.      Palpasi
Palpasi ginjal dilakukan untuk mengidentifikasi masa. Pada beberapa kasus dapat teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis.
c.       Perkusi
Perkusi atau pemeriksaan ketok ginjal dilakukan dengan memberikan ketokan pada sudut kostovertebral dan didapatkan respon nyeri.

4.      Diagnosa Keperawatan
a.       Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan adanya atau pasase batu ginjal dan atau insisi bedah (Susan M. T., 2007:727).
b.      Perubahan eliminasi urine yang berhubungan dengan stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal, atau ureter, obstruksi mekanik atau infalamsi (Kartika S. W., 2013:189).
c.       Resiko ketidaksimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah efek sekunder dari nyeri kolik (Arif Muttaqin, 2011:116).
d.      Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif

5.      Intervensi
a.       Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan adanya atau pasase batu ginjal dan atau insisi bedah (Susan M. T., 2007:727).
Tujuan                            : Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi
Kriteria hasil                  : Rasa nyeri teratasi,  menunjukkan fostur rileks.
Intervensi                       :
1)      Kaji dan dokumentasikan tipe, intensitas, lokasi dan durasi nyeri.
Rasional : Laporan mengenai nyeri yang hebat mengindikasikan terjadi sumbatan kalkulus/batu atau obstruksi aliran urine.
2)      Laporan mengenai pengurangan nyeri yang mendadak.
Rasional : Mengindiksikan bahwa batu telah berpindah ke saluran yang sempit.
3)      Laporan mengenai nyeri yang menyerupai nyeri yang berupa kolik renal.
Rasional : Kolik mengindikasikan pergerakan kalkulus.
4)      Beri pemanas eksternal atau kompres hangat pada pinggul yang nyeri.
Rasional : Meningkatkan kenyamanan dan rileks
5)      Ajarkan teknik relaksasi/distraksi
Rasional : mengurangi ketegangan dan kecemasan karena nyeri.
6)      Berikan obat anti nyeri/analgesik
Rasional : Untuk menghilangkan rasa nyeri
b.      Perubahan eliminasi urine yang berhubungan dengan stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal, atau ureter, obstruksi mekanik atau infalamsi (Kartika S. W., 2013:189).
Tujuan                            : Perubahan eliminasi urine teratasi
Kriteria hasil                 : Haematuria tidak ada, Piuria tidak terjadi, rasa terbakar tidak ada, dorongan ingin berkemih terus berkurang.
Intervensi                       :
1)      Awasi pengeluaran atau pengeluaran urine.
Rasional : Evaluasi fungsi ginjal dengan memperhatikan tanda-tanda komplikasi misalnya infeksi, atau perdarahan.
2)      Tentukan pola berkemih pasien dan perhatikan variasi.
Rasional : Kalkulus dapat menyebabkan eksitabilitas saraf, yang menyebabkan sensasi kebutuhan berkemih segera.


3)      Dorong meningkatkan pemasukan cairan.
Rasional : Segera membilas bakteri, darah, dan debris dan dapat membantu lewatnya batu.
4)      Awasi pemeriksaan laboratorium.
Rasional :Peninggian BUN, kreatinin, dan elektrolit mengindikasikan disfungsi ginjal.
c.       Resiko ketidaksimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah efek sekunder dari nyeri kolik (Arif Muttaqin, 2011:116).
Tujuan                            : Asupan klien terpenuhi.
Kriteria hasil                  : Klien mempertahankan status asupan nutrisi yang adekuat, pernyataan kuat untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya.
Intervensi :
1)      Kaji nutrisi klien, turgor kulit, berat badan dan derajat penurunan berat badan, integritas mukosa oral, kemampuan menelan, riwayat mual/muntah dan diare.
Rasional : Memvalidasi dan menetapkan derajat masalah untuk menetapkan pilihan intervensi.
2)      Fasilitasi klien memperoleh diet biasa yang disukai klien (sesuai indikasi) atau dengan makan sedikit tapi sering.
Rasional :   Memperhitungkan keinginan individu dapat memperbaiki nutrisi.
3)      Lakukan dan ajarkan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan, serta sebelum dan sesudah intervensi/pemeriksaan oral.
Rasional : Menurunkan rasa tak enak Karena sisa makanan atau bau obat yang dapat merangsang pusat muntah.
4)      Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetapkan komposisi dan jenis diet yang tepat.
Rasional : Merencanakan diet dengan kandungan nutrisi yang adekuat untuk memenuhi peningkatan kebutuhan energi dan kalori sehubungan dengan status hipermetabolik.
5)      Kolaborasi untuk pemberian anti muntah
Rasional : Meningkatkan rasa nyaman gastrointestinal dan meningkatkan kemauan asupan nutrisi dan cairan peroral.
d.      Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif
Tujuan                            : Pengetahuan klien tentang penyakit baik.
Kriteria hasil                  : Klien akan membuka diri meminta Informasi.
Intervensi  :
1)      Observasi area post op dari tanda-tanda infeksi seperti kemerahan,nyeri, panas,bengkak,adanya fungsiolesa.
Rasional : Mencegah terjadinya infeksi saluran kemih dan sepsis.
2)      Monitor Tanda Tanda Vital
Rasional : Mengetahui perkembangan klien sehingga mengetahui rentang Suhu, nadi, respirasi dan tekanan darah.
3)      Gunakan tehnik steril saat perawatan luka
Rasional : Mengurangi peningkatan jumlah mikroorganisme yang masuk.
4)      Ajarkan klien dan keluarga tantang tanda- tanda infeksi dan perawatan luka
Rasional : Meningkatkan informasi dan pengetahuan klien dan keluarga
5)      Kolaborasi medik pemberian antibiotik
Rasional : Antibiotik dapat Membunuh mikroorganisme

6.      Implementasi
Menurut Nursalam (2011:127) Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk mencapai tujuan yang spesifi. Tahap implementasi dimulai setelah rencana intervensi disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana intervensi yan spesifik dilaksanakan utuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien. Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping.

7.      Evaluasi
Menurut Zaidin Ali (2009:174) Evaluasi keperawatan adalah suatu proses menentukan nilai keberhasilan yang diperoleh dari pelaksanaan tindakan keperawatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Menurut Marilyn E Doenges (Zaidin Ali, 2009:175) ada 3 komponen penting dalam evaluasi keperawatan, yakni :
a.       Pengkajian Ulang
Pengkajian ulang merupakan pemantauan status klien yang konstan dengan melihat respons klien terhadap intervensi keperawatan dan kemajuan kearah pencapaian hasil yang diharapkan dan dilaksanakan terus menerus sampai klien pulang dari rumah sakit/sembuh.
b.      Modifikasi rencana keperawatan
Hasil pengkajian ulang merupakan informasi yang sangat penting dalam memodifikasi rencana keperawatan. Apabila telah terpenuhi kebutuhan fisiologis dasar, seperti udara, air, makanan, dan keamanan, asuhan keperawatan beralih ke tingkat yang lebih tinggi, misalnya harga diri. Apabila kebutuhan dasar belum terpenuhi, kebutuhan dasar dipenuhi dahulu dan kebutuhan yang lebih tinggi ditunda.
c.       Penghentian pelayanan
Apabila hasil yang diharapkan telah tercapai dan tujuan yang lebih luas telah terpenuhi, penghentian pelayanan keperawatan dapat direncanakan. Akan tetapi, hal ini agak sulit bagi pemecah masalah yang lama, misalnya perubahan nutrisi. Apabila penghentian pelayanan keperawatan selesai, perhatian pelayanan berfokus pada kemandirian klien dalam mengatasi masalah sendiri.
           Ada dua macam evaluasi keperawatan, yakni evaluasi formatif dan evaluasi sumatif.
a.       Evaluasi formatif, yakni hasil observasi/pengamatan dan analisis perawat terhadap respons klien pada saat pelaksanaan asuhan keperawatan atau sesudahnya.
b.      Evaluasi sumatif, yaitu rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisis status kesehatan klien sesuai dengan kerangka waktu yang telah ditetapkan. Kesimpulan evaluasi sumatif menunjukkan adanya perkembangan kesehatan klien atau adanya masalah baru.






DAFTAR PUSTAKA

Ali, Zaidin. 2009. Dasar-dasar Dokumentasi Keperawatan. Jakarta : EGC.
Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC.
Baradero, Mary et al. 2008. Klien Gangguan Ginjal. Jakarta : EGC.
Grace, Pierce. 2006. At a Glance Ilmu Bedah. Jakarta : Erlangga.
Mutaqqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika.
Nursalam. 2011. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika.
Purnomo, Basuki. 2011. Dasar-dasar Urologi. Jakarta : Sagung Seto
Syaifuddin, 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta : EGC.
Tarwoto. 2009. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta : EGC.
Tucker, Susan Martin. 2007. Standar Perawatan Pasien Perencanaan kolaboratif & Intervensi Keperawatan. Jakarta : EGC.
Wijayaningsih, Kartika Sari. 2013. Standar Asuhan Keperawatan. Jakarta : Trans Info Medika.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar