LAPORAN PENDAHULUAN BATU
GINJAL
A.
KONSEP TEORI
1.
Definisi
Batu ginjal adalah satu
keadaan terdapat suatu atau lebih batu didalam pelvis atau calyces ginjal atau
disaluran kemih (Pratomo, 2007).
Batu ginjal adalah batu
yang terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada di kaliks,infundibulum, pelvis
ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal danmerupakan
batu slauran kemih yang paling sering terjadi (Purnomo, 2000, hal. 68-69).
Mary
Baradero (2009:59) mendefinisikan nefrolitiasis adalah batu
ginjal yang ditemukan didalam ginjal, yang merupakan pengkristalan mineral yang
mengelilingi zat organik, misalnya nanah, darah, atau sel yang sudah mati.
Biasanya batu kalkuli terdiri atas garam kalsium (oksalat dan fosfat) atau
magnesium fosfat dan asam urat.
Batu ginjal
adalah terbentuknya batu dalam ginjal (pelvis atau kaliks)
dan mengalir bersama urine (Susan Martin, 2007:726).
2. Etiologi
Menurut
Kartika S. W. (2013:183) ada beberapa faktor yang menyebabkan terbentuknya batu
pada ginjal, yaitu :
a.
Faktor dari dalam (intrinsik), seperti
keturunan, usia (lebih banyak pada usia 30-50 tahun, dan jenis kelamin
laki-laki lebih banyak dari pada perempuan.
b.
Faktor dari luar (ekstrinsik), seperti
geografi, cuaca dan suhu, asupan air (bila jumlah air dan kadar mineral kalsium
pada air yang diminum kurang), diet banyak purin, oksalat (teh, kopi, minuman
soda, dan sayuran berwarna hijau terutama bayam), kalsium (daging, susu, kaldu,
ikan asin, dan jeroan), dan pekerjaan (kurang bergerak).
Berapa
penyebab lain adalah :
a.
Infeksi saluran kemih
Infeksi
saluran kencing dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan akan menjadi
inti pembentukan batu saluran kencing.
b.
Stasis obstruksi urine
Adanya
obstruksi dan stasis urine akan mempermudah pembentukan batu saluran kencing.
c.
Suhu
Tempat yang
bersuhu panas menyebabkan banyak mengeluarkan keringat sedangkan asupan air
kurang dan tingginya kadar mineral dalam air minum meningkatkan insiden batu
saluran kemih.
d.
Idiopatik (Arif Muttaqin, 2011:108)
3. Patofisiologi
Batu terbentuk di traktus urinarius ketika
konsertrasi substansi tertentu seperti Ca oksalat,kalsium fosfat, dan asam urat
meningkat. Batu juga dapat terbentuk ketika terdapat defisiensi substansi
tertentu, seperti sitrat yang secara normal pencegah kristalisasi dalam urin.
Kondisi lain yang mempengaruhi laju pembentukan batu mencakup PH urine dan
status cairan pasien.
Ketika batu menghambat aliran urin,
terjadi obstruksi, menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi
piala ginjal serta ureter proksimal. Infeksi (peilonefritis & cystitis yang
disertai menggigil, demam dan disuria) dapat terjadi dari iritasi batu yang
terus menerus. Beberapa batu, jika ada, menyebabkan sedikit gejala namun secara
fungsional perlahan-lahan merusak unit fungsional ginjal dan nyeri luar biasa
dan tak nyaman.
Batu yang terjebak di ureter, menyebabkan gelombang nyeri yang luar biasa. Pasien sering merasa ingin berkemih, namun hanya sedikit yang keluar dan biasanya mengandung darah akibat aksi abrasif batu. Umumnya batu diameter < 0,5-1 cm keluar spontan. Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai nyeri tekan di seluruh area kostovertebral dan muncul mual dan muntah, maka pasien sedang mengalami kolik renal. Diare dan ketidaknyamanan abdominal dapat terjadi.
Batu yang terjebak di ureter, menyebabkan gelombang nyeri yang luar biasa. Pasien sering merasa ingin berkemih, namun hanya sedikit yang keluar dan biasanya mengandung darah akibat aksi abrasif batu. Umumnya batu diameter < 0,5-1 cm keluar spontan. Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai nyeri tekan di seluruh area kostovertebral dan muncul mual dan muntah, maka pasien sedang mengalami kolik renal. Diare dan ketidaknyamanan abdominal dapat terjadi.
Selain
itu ada beberapa teori yang ,membahas tentang proses pembentukan batu yaitu:
a.
Teori inti (nucleus):
Kristal
dan benda asing merupakan tempat pengendapan kristal pada urine yang sudah
mengalami supersaturasi.
b.
Teori matriks:
Matriks
organik yang berasal dari serum dan protein urine memberikan kemungkinan
pengendapan kristal.
c.
Teori inhibitor kristalisasi:
Beberapa
substansi dalam urine menghambat terjadinya kristalisasi, konsentrasi yang
rendah atau absennya substansi ini memungkinkan terjadinya kristalisasi.
Pembentukan
batu membutuhkan supersaturasi dimana supersaturasi ini tergantung dari PH
urine, kekuatan ion, konsentrasi cairan dan pembentukan kompleks. Terdapat
beberapa jenis batu, di antaranya :
a.
Batu kalsium
Batu jenis ini sering di temukan.
Bentuknya besar dengan permukaan halus, dapat bercampur antara kalsium dengan
fosfat. Batu kalsium sering di jumpai pada orang yang mempunyai kadar vitamin D
berlebihan atau gangguan kelenjar paratiroid. Orang menderita kangker, struke,
atau penyakit sarkoidisis juga dapat menderita batu kalsium. Batu kalsium dapat
di sebabkan oleh:
·
Hiperkalsiuria abortif:
Gangguan
metabolisme yang menyebabkan terjadinya absorbsi khusus yang berlebihan juga
pengaruh vitamin D dan hiperparatiroid.
·
Hiperkal siuria renalis:kebocoran pada ginjal
b.
Batu oksalat
Batu oksalat dapat disebabkan oleh
·
Primer autosomal resesif
·
Ingesti-inhalasi: Vitamin C, ethylenglicol,
methoxyflurane, anestesi.
·
Hiperoksaloria: inflamasi saluran cerna, reseksi usus
halus, by pass jejenoikal, sindrom malabsorbsi
c.
Batu asam urat
Permukaanya halus, berwarna coklat lunak.
Batu ini dapat disebabkan oleh:
·
Makanan yang banyak mengandung purin
·
Pemberian sitostatik pada pengobatan neoplasma
·
Dehidrasi kronis
·
Obat: tiazid, lazik, salisilat
d.
Batu sturvit
Batu ini biasanya berbentuk tanduk rusa.
Biasanya mengacu pada riwayat infeksi, terbentuk pada urin yang kaya ammonia
alkali persisten akibat UTI kronik. Batu sistin terjadi terutama pada beberapa
pasien yang mengalami defek absorbsi sistin.
e.
Batu Sistin
Berbentuk kristal kekuningan timbul akibat
tingginya kadar sistin dalam urin.keadan ini terjadi pada penyakit sistinuria.
Kelainan herediter yang resesif autosomal dari pengangkutan asam amino
dimembran batas sikat tubulus proksimal meliputi sistim, arginin, ornitin,
sitrulin dan lisin.
4. Gambaran
klinis
a.
Nyeri dan pegal di daerah pinggang : Lokasi nyeri
tergantung dari dimana batu itu berada. Bila pada piala ginjal rasa nyeri
adalah akibat dari hidronefrosis yang rasanya lebih tumpul dan sifatnya
konstan. Terutama timbul pada costovertebral.
b.
Hematuria : Darah dari ginjal berwarna coklat tua,
dapat terjadi karena adanya trauma yang disebabkan oleh adanya batu atau
terjadi kolik
c.
Batu ginjal menimbulkan peningkatan tekanan
hidrostatik dan distensi pelvis ginjal serta ureter proksimal yang menyebabkan
kolik.
d.
Sumbatan: batu menutup aliran urine akan menimbulkan
gejala infeksi saluran kemih: demam dan menggigil.
e.
Gejala gastrointestinal, meliputi:
1)
Mual
2)
Muntah
3)
Diare (Nursalam, 2011:67)
5. Komplikasi
a.
Sumbatan: akibat pecahan batu
b.
Infeksi: akibat diseminasi partikel batu ginjal atau
bakteri akibat obstruksi.
c.
Kerusakan fungsi ginjal: akibat sumbatan yang lama
sebelum pengobatan dan pengangkatan batu ginjal
d.
Hidronefrosis (Susan Martin, 2007:727).
6.
Test Diagnostik
a.
Urin
·
PH lebih dari 7,6
·
Sediment sel darah merah lebih dari 90%
·
Biakan urin
·
Ekskresi kalsium fosfor, asam urat
b.
Darah
·
Hb turun
·
Leukositosis
·
Urium kreatinin
·
Kalsium, fosfor, asam urat
c.
Radiologi
·
Foto BNO/NP untuk melihat lokasi batu dan besar batu
·
USG abdomen
·
PIV (Pielografi Intravena)
·
Sistoskpi (Mary Baradero, 2008:61)
7. Penatalaksanaan
a.
Terapi medis dan simtomatik
Terapi medis berusaha untuk mengeluarkan
batu atau melarutkan batu yang dapat dilarutkan adalah batu asam urat,
dilarutkan dengan pelarut solutin G. Terapi simtomatik berusaha untuk
menghilangkan nyeri. Selain itu dapat diberikan minum yang lebih/banyak sekitar
2000 cc/hari dan pemberian diuretik bendofluezida 5 – 10 mg/hr.
b.
Terapi mekanik (Litotripsi)
Pada batu ginjal, litotripsi dilakukan
dengan bantuan nefroskopi perkutan untuk membawa tranduser melalui sonde kebatu
yang ada di ginjal. Cara ini disebut nefrolitotripsi. Salah satu alternatif
tindakan yang paling sering dilakukan adalah ESWL. ESWL (Extracorporeal Shock
Wave Lithotripsy) adalah tindakan memecahkan batu ginjal dari luar tubuh dengan
menggunakan gelombang kejut.
c.
Tindakan bedah
Tindakan bedah dilakukan jika tidak
tersedia alat litotripsor, (alat gelombang kejut). Pengangkatan batu ginjal
secara bedah merupakan mode utama. Namun demikian saat ini bedah dilakukan
hanya pada 1-2% pasien. Intervensi bedah diindikasikan jika batu tersebut tidak
berespon terhadap bentuk penanganan lain. Ini juga dilakukan untuk mengoreksi
setiap abnormalitas anatomik dalam ginjal untuk memperbaiki drainase urin.
Jenis pembedahan yang dilakukan antara lain:
1) Pielolititomi
: jika batu berada di piala ginjal
2) Nefrolithotomi/nefrektomi : jika batu terletak didalam
ginjal
3) Ureterolitotomi
: jika batu berada dalam ureter
4) Sistolitotomi
: jika batu berada di kandung kemih
Pathway
Batu Ginjal
B. KONSEP
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Menurut
Asmadi (2008:167) pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan.
Disini, semua data dikumpulkan secara sistematis guna menentukan status
kesehatan klien saat ini.
a.
Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, no registrasi, diagnose medis, dan tanggal medis.
b.
Keluhan utama
Keluhan utama adalah keluhan yang
dirasa sangat mengganggu saat ini. Menurut (Arif Muttaqin, 2011:110) keluhan
utama yang lazim didapatkan adalah nyeri pada pinggang. Untuk lebih
komprehensifnya, pengkajian nyeri dapat dilakukan dengan pendekatan PQRST.
riwayat kesehatan di bagi menjadi 3
yaitu :
a)
Riwayat penyakit sekarang.
Mengetahui
bagaimana penyakit itu timbul, penyebab dan faktor yang mempengaruhi,
memperberat sehingga mulai kapan timbul sampai di bawa ke RS.
b)
Riwayat penyakit dahulu.
Klien
dengan batu ginjal didapatkan riwayat adaya batu dalam ginjal. Menurut
Kartika S. W. (2013:137) kaji adanya riwayat batu saluran kemih pada keluarga,
penyakit ginjal, hipertensi, gout, ISK kronis, riwayat
penyakit bedah usus halus, bedah abdomen sebelumnya, hiperparatiroidisme,
penggunaan antibiotika, anti hipertensi, natrium, bikarbonat, alupurinol,
fosfat, tiazid, pemasukan berlebihan kalsium atau vitamin D.
c)
Riwayat penyakit keluarga.
Yaitu
mengenai gambaran kesehatan keluarga adanya riwayat keturunan dari orang tua.
d.
Riwayat Psikososial
Bagaimana hubungan dengan keluarga, teman
sebaya dan bagaimana perawat secara umum. Menurut Arif Muttaqin (2011:112)
pengkajian psikologis pasien meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan
perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif,
dan perilaku pasien. Perawat mengumpulkan pemerikasaan awal pasien tentang
kapasitas fisik dan intelektual saat ini, yang menentukan tingkat perlunya
pengkajian psikososialspiritual yang seksama.
2. Pola-pola
Fungsi Kesehatan
a. Pola
persepsi dan tata laksana hidup
Bagaimana
pola hidup orang atau klien yang mempunyai penyakit batu ginjal dalam menjaga
kebersihan diri klien perawatan dan tata laksana hidup sehat.
b. Pola
nutrisi dan metabolisme
Nafsu
makan pada klien batu ginjal terjadi nafsu makan menurun karena adanya luka
pada ginjal.
Kaji
adanya mual dan muntah, nyeri tekan abdomen, diit tinggi purin, kalsium oksalat
atau fosfat, atau ketidakcukupan pemasukan cairan, terjadi abdominal, penurunan
bising usus (Kartika S. W., 2013:187).
c. Pola
aktivitas dan latihan
Klien
mengalami gangguan aktivitas karena kelemahan fisik gangguan karena adanya luka
pada ginjal.
d. Pola
eliminasi
Bagaimana
pola BAB dan BAK pada pasien batu ginjal biasanya BAK sedikit karena adanya
sumbatan atau batu ginjal dalam saluran kemih, BAK normal.
e. Pola
tidur dan istirahat
Klien
batu ginjal biasanya tidur dan istirahat kurang atau terganggu karena adanya
penyakitnya.
f. Pola
persepsi dan konsep diri
Bagaimana
persepsi klien terdapat tindakan operasi yang akan dilakukan dan bagaimana
dilakukan operasi.
g. Pola
sensori dan kognitif
Bagaimana
pengetahuan klien tarhadap penyakit yang dideritanya selama di rumah sakit.
h. Pola
reproduksi sexual
Apakah
klien dengan nefrolitiasis dalam hal tersebut masih dapat melakukan dan selama
sakit tidak ada gangguan yang berhubungan dengan produksi sexual.
i.
Pola hubungan peran
Biasanya
klien nefrolitiasis dalam hubungan orang sekitar tetap baik tidak ada gangguan.
j.
Pola penaggulangan stress
Klien
dengan nefrolitiasis tetap berusaha dab selalu melakukan hal yang positif jika
stress muncul.
k. Pola
nilai dan kepercayaan
Klien tetap berusaha dan berdo’a supaya
penyakit yang di derita ada obat dan dapat sembuh.
3. Pemeriksaan
Fisik Fokus
Menurut Arif
Muttaqin (2011:113) pada pemeriksaan fokus didapatkan adanya perubahan TTV
sekunder dari nyeri kolik. Pasien terlihat sangat kesakitan, keringat dingin,
dan lemah.
a.
Inspeksi
Pada pola eliminasi urine terjadi
perubahan akibat adanya hematuri, retensi urine, dan sering miksi. Adanya nyeri
kolik menyebabkan pasien terlihat mual dan muntah.
b.
Palpasi
Palpasi ginjal dilakukan untuk
mengidentifikasi masa. Pada beberapa kasus dapat teraba ginjal pada sisi sakit
akibat hidronefrosis.
c.
Perkusi
Perkusi atau pemeriksaan ketok
ginjal dilakukan dengan memberikan ketokan pada sudut kostovertebral dan didapatkan
respon nyeri.
4. Diagnosa
Keperawatan
a.
Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan adanya
atau pasase batu ginjal dan atau insisi bedah (Susan M. T., 2007:727).
b.
Perubahan eliminasi urine yang berhubungan dengan
stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal, atau ureter, obstruksi
mekanik atau infalamsi (Kartika S. W., 2013:189).
c.
Resiko ketidaksimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan mual, muntah efek sekunder dari nyeri kolik (Arif Muttaqin,
2011:116).
d.
Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif
5. Intervensi
a.
Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan adanya
atau pasase batu ginjal dan atau insisi bedah (Susan M. T., 2007:727).
Tujuan
: Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi
Kriteria hasil
: Rasa nyeri teratasi, menunjukkan fostur rileks.
Intervensi
:
1)
Kaji dan dokumentasikan tipe, intensitas, lokasi dan
durasi nyeri.
Rasional : Laporan mengenai nyeri yang hebat mengindikasikan
terjadi sumbatan kalkulus/batu atau obstruksi aliran urine.
2)
Laporan mengenai pengurangan nyeri yang mendadak.
Rasional : Mengindiksikan bahwa batu telah berpindah ke
saluran yang sempit.
3)
Laporan mengenai nyeri yang menyerupai nyeri yang
berupa kolik renal.
Rasional : Kolik mengindikasikan pergerakan kalkulus.
4)
Beri pemanas eksternal atau kompres hangat pada
pinggul yang nyeri.
Rasional : Meningkatkan kenyamanan dan rileks
5)
Ajarkan teknik relaksasi/distraksi
Rasional : mengurangi ketegangan dan kecemasan karena nyeri.
6)
Berikan obat anti nyeri/analgesik
Rasional : Untuk menghilangkan rasa nyeri
b.
Perubahan eliminasi urine yang berhubungan dengan
stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal, atau ureter, obstruksi
mekanik atau infalamsi (Kartika S. W., 2013:189).
Tujuan
: Perubahan eliminasi urine teratasi
Kriteria hasil
: Haematuria tidak ada, Piuria tidak terjadi, rasa terbakar tidak ada, dorongan
ingin berkemih terus berkurang.
Intervensi
:
1)
Awasi pengeluaran atau pengeluaran urine.
Rasional : Evaluasi fungsi ginjal dengan memperhatikan
tanda-tanda komplikasi misalnya infeksi, atau perdarahan.
2)
Tentukan pola berkemih pasien dan perhatikan variasi.
Rasional : Kalkulus dapat menyebabkan eksitabilitas saraf, yang
menyebabkan sensasi kebutuhan berkemih segera.
3)
Dorong meningkatkan pemasukan cairan.
Rasional : Segera membilas bakteri, darah, dan debris dan dapat
membantu lewatnya batu.
4)
Awasi pemeriksaan laboratorium.
Rasional :Peninggian BUN, kreatinin, dan elektrolit
mengindikasikan disfungsi ginjal.
c.
Resiko ketidaksimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan mual, muntah efek sekunder dari nyeri kolik (Arif Muttaqin,
2011:116).
Tujuan
: Asupan klien terpenuhi.
Kriteria hasil
: Klien mempertahankan status asupan nutrisi yang adekuat, pernyataan kuat
untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya.
Intervensi :
1)
Kaji nutrisi klien, turgor kulit, berat badan dan
derajat penurunan berat badan, integritas mukosa oral, kemampuan menelan,
riwayat mual/muntah dan diare.
Rasional : Memvalidasi dan menetapkan derajat masalah untuk
menetapkan pilihan intervensi.
2)
Fasilitasi klien memperoleh diet biasa yang disukai
klien (sesuai indikasi) atau dengan makan sedikit tapi sering.
Rasional : Memperhitungkan keinginan individu dapat
memperbaiki nutrisi.
3)
Lakukan dan ajarkan perawatan mulut sebelum dan
sesudah makan, serta sebelum dan sesudah intervensi/pemeriksaan oral.
Rasional : Menurunkan rasa tak enak Karena sisa makanan atau
bau obat yang dapat merangsang pusat muntah.
4)
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetapkan komposisi
dan jenis diet yang tepat.
Rasional : Merencanakan diet dengan kandungan nutrisi yang
adekuat untuk memenuhi peningkatan kebutuhan energi dan kalori sehubungan
dengan status hipermetabolik.
5)
Kolaborasi untuk pemberian anti muntah
Rasional : Meningkatkan rasa nyaman gastrointestinal dan
meningkatkan kemauan asupan nutrisi dan cairan peroral.
d.
Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif
Tujuan
: Pengetahuan klien tentang penyakit baik.
Kriteria hasil
: Klien akan membuka diri meminta Informasi.
Intervensi :
1)
Observasi area post op dari tanda-tanda infeksi
seperti kemerahan,nyeri, panas,bengkak,adanya fungsiolesa.
Rasional : Mencegah terjadinya infeksi saluran
kemih dan sepsis.
2)
Monitor Tanda Tanda Vital
Rasional : Mengetahui perkembangan klien sehingga
mengetahui rentang Suhu, nadi, respirasi dan tekanan darah.
3)
Gunakan tehnik steril saat perawatan luka
Rasional : Mengurangi peningkatan jumlah
mikroorganisme yang masuk.
4)
Ajarkan klien dan keluarga tantang tanda- tanda
infeksi dan perawatan luka
Rasional : Meningkatkan informasi dan pengetahuan
klien dan keluarga
5)
Kolaborasi medik pemberian antibiotik
Rasional : Antibiotik dapat Membunuh mikroorganisme
6. Implementasi
Menurut
Nursalam (2011:127) Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi
untuk mencapai tujuan yang spesifi. Tahap implementasi dimulai setelah rencana
intervensi disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk
membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana
intervensi yan spesifik dilaksanakan utuk memodifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi masalah kesehatan klien. Tujuan dari implementasi adalah membantu
klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping.
7. Evaluasi
Menurut Zaidin Ali (2009:174)
Evaluasi keperawatan adalah suatu proses menentukan nilai keberhasilan yang
diperoleh dari pelaksanaan tindakan keperawatan untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan.
Menurut Marilyn E Doenges (Zaidin
Ali, 2009:175) ada 3 komponen penting dalam evaluasi keperawatan, yakni :
a.
Pengkajian Ulang
Pengkajian ulang merupakan
pemantauan status klien yang konstan dengan melihat respons klien terhadap
intervensi keperawatan dan kemajuan kearah pencapaian hasil yang diharapkan dan
dilaksanakan terus menerus sampai klien pulang dari rumah sakit/sembuh.
b.
Modifikasi rencana keperawatan
Hasil pengkajian ulang merupakan
informasi yang sangat penting dalam memodifikasi rencana keperawatan. Apabila
telah terpenuhi kebutuhan fisiologis dasar, seperti udara, air, makanan, dan
keamanan, asuhan keperawatan beralih ke tingkat yang lebih tinggi, misalnya
harga diri. Apabila kebutuhan dasar belum terpenuhi, kebutuhan dasar dipenuhi
dahulu dan kebutuhan yang lebih tinggi ditunda.
c.
Penghentian pelayanan
Apabila hasil yang diharapkan telah
tercapai dan tujuan yang lebih luas telah terpenuhi, penghentian pelayanan
keperawatan dapat direncanakan. Akan tetapi, hal ini agak sulit bagi pemecah
masalah yang lama, misalnya perubahan nutrisi. Apabila penghentian pelayanan
keperawatan selesai, perhatian pelayanan berfokus pada kemandirian klien dalam
mengatasi masalah sendiri.
Ada dua macam evaluasi keperawatan, yakni evaluasi formatif dan evaluasi
sumatif.
a.
Evaluasi formatif, yakni hasil
observasi/pengamatan dan analisis perawat terhadap respons klien pada saat
pelaksanaan asuhan keperawatan atau sesudahnya.
b.
Evaluasi sumatif, yaitu
rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisis status kesehatan klien
sesuai dengan kerangka waktu yang telah ditetapkan. Kesimpulan evaluasi sumatif
menunjukkan adanya perkembangan kesehatan klien atau adanya masalah baru.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Zaidin.
2009. Dasar-dasar Dokumentasi Keperawatan. Jakarta : EGC.
Asmadi.
2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC.
Baradero,
Mary et al. 2008. Klien Gangguan Ginjal. Jakarta : EGC.
Grace,
Pierce. 2006. At a Glance Ilmu Bedah. Jakarta : Erlangga.
Mutaqqin,
Arif dan Kumala Sari. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika.
Nursalam.
2011. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta : Salemba Medika.
Purnomo,
Basuki. 2011. Dasar-dasar Urologi. Jakarta : Sagung Seto
Syaifuddin,
2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta : EGC.
Tarwoto.
2009. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta : EGC.
Tucker,
Susan Martin. 2007. Standar Perawatan Pasien Perencanaan kolaboratif
& Intervensi Keperawatan. Jakarta : EGC.
Wijayaningsih,
Kartika Sari. 2013. Standar Asuhan Keperawatan. Jakarta : Trans
Info Medika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar